Hadits Mursal

A. Pengertian Mursal

Mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang berarti dilepaskan.Hadits mursal menurut lughat adalah yang dikirim, yang diutus, yang dilepaskan. Sedangkan menurut istilah ialah “”yang diriwayatkan oleh tabi’i, kecil atau besar, dari nabi SAW dengan tidak menyebut siapa yang menceritakan hadits kepadanya”. Atau menurut istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in

Dan juga dihukum mursal hadita yang diriwayatkan oleh orang yang melihat nabi SAW tetapi dikala ia melihat itu, ia masih kecil, seperti muhammad ibn abu bakar. Walaupun beliau dimasukan kedalam kelangan sahabat, namun riwayatnya dihukum mursal.

Tetapi menurut sebagian ulama berpendapat bahwa yang dihukum mursal ialah” hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in besar dari rasulullah SAW, seperti riwayat sa’id ibn musaiyab,dan riwayat-riwayat tabi’i kecil seperti az-zuhri dihukum munqathi.

Sebagian ulama juga menyatakan hadits mursal ialah hadits yang gugur dari pada sanadnya, seorang perawi atau lebih, dari jurusan sahabat.dan ada pula ta’rief lagi mursal ialah hadits yang diriwayatkan oleh seorang, dari orang yang ia tak pernah mendengar hadits padanya.sedangkan menurut para fuqaha dan ahli ushul yang dikatakan mursal adalah “yang diriwayatkan oleh bukan sahabat.

B. Klasifikasi Hadits Mursal

Sebagaimana kita ketahui, bahwa didalam hadits mursal itu, yang digugurkan adalah sahabat yang langsung menerima berita dari rasuullah SAW, sedang yang digugurkan dapat juga seorang tabi’i atau sahabat kecil. Oleh karena itu, dapat ditinjau juga dari segi siapa yang menggugurkan dari segi sifat-sifat penggugurannya hadits, hadits mursal ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Mursal Jaly

Yaitu bila pengguraan yang telah dapat dilakukan oleh perawi ( tabi’i) adalah jelas sedikit sekalu, dapat diketahi oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.

2. Mursal Shahaby

Yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW , tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan , lantaran disaat rasulullah hidup ia masih kecil atau terakhir masuk kedalam islam.

Secara definitif hadis mursak shahaby yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang shahabat tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang menunjukkan bahwa dia tidak menyaksikan secara langsung karena faktor usianya yang masih kecil, atau karena faktor keterlambatan masuk Islam.

Contoh hadits mursal

Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa dalam Shahih Bukhari dan Muslim, ia mengatakan : “Awal mula wahyu datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah mimpi yang benar. Maka tatkala beliau melihat sebuah mimpi melainkan datang dalam wujud seperti bintang di shubuh hari. Lalu kemudian beliau dibuat senang menyendiri, sehingga beliau sering menyendiri di Gua Hira’ dimana beliau bertahannuts (beribadah) selama beberapa malam sebelum kemudian kembali menemui keluarganya……..”. (sampai akhir hadits)

Dalam hal ini, ‘Aisyah dilahirkan empat atau lima tahun setelah kenabian. Lalu dimanakah posisi dia pada saat wahyu diturunkan?

Adapun hadits lain yangdiriwayatkan oleh malikdari ibnun syihab dari ubaidllah bin ‘abdillah bin ‘atabah dari abdullah bin abbas r.a.

Abbas berkata” Bahwa Rasulullah s.a.w. keluar menuju ke mekah, pada tahun kemenangan dalam bulan Ramadhan. Karena itu beliau berpuasa sampai kadid. Lalu setelah beliau berbuka, kemudian orang-orang pun berbuka.”

Ibnu abbas diwaktu Nabi bersafar itu, beliau berada dirumah (mekah) bersama dengan orang tuanya .jadi ia tidak menyaksikan kisah perjalanan tersebut,maka hal itu diketahuinya dari berita para sahabat lain.

Jumhur muhadditsiin dan ulama ushul fiqih berpendapat bahwa mursal shahabi adalah shahih dan dapat dijadikan hujjah. Yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang shahabat tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang menunjukkan bahwa dia tidak menyaksikan secara langsung karena faktor usianya yang masih kecil, atau karena faktor keterlambatan masuk Islam.[1]

Maka pendapat ini adalah pendapat yang benar (yaitu mursal shahabi adalah maqbul), karena semua shahabat adalah ‘adil. Dan pada dhahirnya, seorang shahabat tidak memursalkan sebuah hadits kecuali dia telah mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, atau dari seorang shahabat lain yang telah mendengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, para ulama hadits menganggap mursal shahabi sama hukumnya dengan hadits yang bersambung sanadnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat banyak hadits yang seperti itu. Ada yang mengatakan bahwa mursal shahabi itu sama hukumnya dengan mursal-mursal yang lain. Namun pendapat ini adalah lemah dan ditolak.

3. Mursal Khafy

“hadits (yang diriwayatkan oleh tabi’in), dimana tabi’in yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak mendengar sebuah hadits pun dari padanya”. Hukum hadits mursal yang terakhir ini adalah dha’if.

Ada hadits yang ditambah leh perawinya, seorang perawi atau lebih, dipertengahan sanadnya ,menyalahi yang lain yang lebih kuatyang terang pula menegaskan, bahwa si A umpanya nya mendengar sendiri dari si B.

Kerapkali sesuatu hadits yang bersanad satu ,datang dari dua jalan. Maka yang ada tambahan dalam sanadnya dinamakan Mazied fie muttashilil asanid.

Hal yang serupa ini hanya para ahli yang dapat menentukan mana yang kuat. Apabila dihukum yang mempunyai ziyadah yang kuat , dihukumlah yang kurang ,kursakkhafi, apabila yang kurang dihukum kuat ,dinamai yang lebih , Mazied fie muttashilil asanid.

Apabila ada berlawanan Washal dan Irsal, Rafa’ dan Waqaf, yakni berselisih orang-0orang kepercayaaan dalam meriwayatkan sesuatau hadits. Sebagian meriwayatkan secara muttshil dan sebagian nya lagi meriwayatkan secara mursal, maka menurut pendapat yang dipandang kuat oleh ahli hadits, fiqh, dan ushul ialah “ mendahulukan riwayat yang terdapat ziyadah, karena ziyadah dari orang yang kepercayaannya, harus diterima. Umpamanya hadits yang berbunyi “ tidak tidak ada nikah, melaikan dengan wali”

Hadits ini diriwayatkan oleh israil ibn yunus dari kakek nya abi ishaq as saba’i dari abi budrahdari abu musa al asy’ari secara muttasihil dari Nabi SAW. Dan diriwayatkan oleh ats tsaury dan syu’bah dari abi ishaq as saba’i dari abi budrah dari Nabi SAW secara mursal.

Menurut sebagian ulama Apabila terjadi demkian dalam meriwayatkan hadist, hendaklah didahulukan yang mursal dan yang mauquf.

Tetapi ada juga yang berpendapat, hendaklah didahulukan yang banyak perawinya. Segolongan ulama pula berpendapat , didahulukan yang lebih banyak hafalannya dan yang lebih kuat ingatannya.[2]

Contoh hadits mursal khafy

Hadts Abdur Razzaq dari Ats Tsauri dari Abi Ishaq dari Zaid Ibn Yasyy’a dari Hudzaifah dari Nabi saw berkata: “ ketahuilah , jika kamu angkat Abu Bakar untuk mengendalikan urusanmu, maka adalah ia, seorang kuat yang kepercayaannya”.

Sanad hadits ini ada dua tempat putusnya. Menurut yang sebenarnya, Abdur Razzaq menerima dari Nu’man Ibn Abi Syaibah dari Ats Tsaury dan Ats Tsaury menerimanya dari Syarih yang menerima dari Abi Ishaq.

Contoh Mazied fie Muttashilil Asanid

Hadits Ibnu Mubarak, ujarnya diceritakan oleh Sufyan dari Abdur Rahman Ibn Yazid, diceritakan kepadaku oleh Buser Ibn Ubaidillah, ujarnya aku mendengar Abu Idries Al Khaulani berkata : aku dengar waailah berkata :” aku dengar abu Martsad al Ghanawi berkata: “ aku dengar Rasulullah s.a.w bersabda :” janganlah kamu duduk diatas kubur dan janganlah kamu bersembahyang dengan menghadap kepalanya.”

Disebutkan kalimat “ Sufyan dan Abu idries dalam sanad ini. Adalah karena waham (salah sangka) si perawi. Kesalahan ini dari perawi yang menerima dari Ibnu Mubarak. Tambahan kalimat “abu Idris” dari Ibnu Mubarak sendiri. Menurut perawi-perawi yang kepercayaan, hadits ini diterima dari Ibnu Mubarak dari abdur Rahman Ibn Yazid dengan tidak adanya perantara.

C. Hukum Hadits Mursal dan Hukum Berhujjah

Dari segi asal, hadits Mursal adalah hadits dha’if dan tertolak, karena kurangnya salah satu syarat shahihnya hadits, yaitu tersambungnya sanad dan juga dikarenakan tidak diketahuinya sosok dan keadaan rawi hadits yang gugur. Karena dimungkinkan bahwa rawi yang gugur (tidak disebutkan) bukanlah seorang shahabat. Oleh karenanya dimungkinkan dalam keadaan seperti ini hadits tersebut dha’if (lemah).

Tapi para ulama dari kalangan ahli hadits dan yang lainnya berbeda pendapat tentang menjadikannya hadits Mursal sebagai hujjah. Itu dikarenakan karena terputusnya sanad pada jenis ini berbeda dengan terputusnya sanad dari jenis-jenis yang lain. Karena rawi yang gugur dalam sanad ini kebanyakan adalah seorang shahabat, dimana para shahabat semuanya adalah orang-orang yang baik dalam beragama (‘adil), jadi walaupun tidak diketahui sosoknya tidak mengapa.

Hadits mursal itu dimasukkan kedalam tingkatan hadits mardud, lantaran jenis dan sifat-sifat perawi yang digugurkan itu tidak jelas, apakah ia seorang sahabat sehingga hadits yang diriwatkan itu dihukum shahih, karena sahabat itu semuanya adil, atau ia bukan sahabat, melaikan seorang tabi’iy yang belum terang ke tsiqahannya. karena itu lah hadits mursal khafy dihukum sebagai hadits dhaif. Sikap para ulama dalam menggunakan hujjah hadits mursal ini bermacam-macam, secara umum ada tiga pendapat dari kalangan para ulama tentang boleh tidaknya berhujjah dengan hadits Mursal, yaitu :

1. Imam Malik dan Ahmad

Hadits Mursal adalah hadits yang shahih dan bisa dijadikan hujjah. Ini adalah pendapat imam yang tiga yaitu : Abu Hanifah, Malik dan Ahmad menurut riwayat yang masyhur dari beliau, juga ini adalah pendapat sebagian ulama yang lainnya. Namun dengan syarat rawi yang melakukan irsal (tabi’in yang menisbatkan hadits langsung kepada Nabi tanpa menyebut shahabat-penj) adalah rawi yang tsiqoh (terpercaya). Hujjah dan alasan mereka adalah bahwa seorang tabi’in yang terpercaya tidak mungkin mengatakan bahwa Rasulullah bersabda begini, kecuali setelah mendengar hadits dari orang yang tsiqoh

Menurut pendapat beliau yang populer, demikian juga abu hanifah, menerima hadits mursal sebagai hujjah. Beliau beralasan menurut logika, babhwa rawi yang bersifat adil lagi perwira, tentu tidak mai menggugurkan rawi-rawi,yang berada diantara dia dengan nabi saw, sekiranya rawi yang digugurkan itu bukan orang yang adil pula. Beliau juga beralasan kepada sabda nabi yang memuji genarasi tabi’in. dengan sabdanya ”sebagus-bagus kamu sekalian adalah genarasiku, kemudian genarasi sesudahnya (sahabat) dan kemudian generasi yang mengikutinya (tabi’iy).

2. Ulama Jumhur dan Asy-Syafi’’iy

Memandang bahwa hadits mursal itu adalah dhai’f, karenanya tidak dapat dibuat hujjah. Karena rawi yang digugurkan tersebut tidak diketahui identitasnya. Mungkin ia seorang tabi’iy yang lemah atau seoarang tabi’iy yang tsiqoh, akan tetapi ia menerima dari tabi’iy yang lemah. Jadi tidak jelas yang diguiurkan itu apakah sahabat yang telah berpredikat adil itu atau seorang tabi’iy yang mendengar dari orang yang mengaku sahabat.

Imam Syafi’I berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabi’in senior dapat menjadi shahih dan diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain, atau dibantu dengan perkataan shahabat (qaulush-shahaby).[3]

Menurut Imam Syafi’I dan sebagian ulama. ada empat syarat hadits mursal bisa dijadikan hujjah, yaitu :

a. Al-Mursil (tabi’in yang menisbatkan hadits langsung kepada Nabi tanpa menyebut shahabat-penj) adalah salah seorang tabi’in yang senior (kibar tabi’in)

b. Apabila al-Mursil menyebutkan tentang rawi (yang namanya tidak ia sebutkan dan ia mengambil hadits darinya) maka al-Mursil menyebutkan nama rawi yang tsiqoh.

c. Al-Mursil adalah seorang rawi yang hafalannya kuat dan sempurna, dimana apabila dia meriwayatkan hadits bersama para rawi yang tsiqoh dan hafalannya kuat, maka riwayatnya tidak berbeda dengan mereka.

d. Dari tiga syarat di atas, harus ada salah satu dari poin-poin berikut :

1) Hadits tersebut diriwayatkan dari jalan lain secara tersambung (kepada Nabi)

2) Atau hadits tersebut diriwayatkan dari jalan yang lain secara mursal juga

3) namun bukan melalui jalan perawi mursal pada jalan hadits yang pertama.

4) Hadits Mursal tersebut sesuai dengan pendapat salah seorang shahabat

5) Terdapatnya banyak para ulama yang mengambil kandungan hadits Mursal tersebut.

Dan pada itu Asy-Syafi;iy mengemukakan pengecualian-pengecualian antara lain:

a. Hadits mursal dari ibnu’l musayyab.sebab pada umumnnya ia tidak meriwayatkan hadits selain dari abu hurairah r.a.[4]

b. Hadits mursal yang dikuatkan oleh hadits musnad, dhaif maupun shahih.

Contoh pertama adalah hadits mursal yang diariwayatkan oleh malik dari ibnu syihhab: berkata” konon Rasulullah saw. Membaca amin

Contoh lain adalah hadits mursal yang diriwayatkan oleh yazid bin aslam dari ‘atha bin yasar, bahwa rasulullah bersabda:

“Bila salah seorang kamu aragu dalam shalatnya, tidak mengetahui beberapa raka’at yang telah ia kerjakan, tiga atau empat, maka hendaklah ia shalat satu raka’at lagi, lalu sujudlah ia dua kali”

Hadits ini dikuatkan oleh muslim yang musnad lagi shahih, yang bersanad muhammad bin ahmad, musa bin dawud, sulaiman bin bilal, sa’id bin aslam, ‘atha bin yasar dan abu sa’id al-khudry.

c. Hadits mursal yang dikuatkan oleh qiyas

Misalnya hadits asy-syafi;iy yang diriwayatkan oleh rawi-rawi tsiqah dari az-zuhri, katanya:

“konon Rasu;llullah saw, memerintahakan.mu’azin pada waktu sha;at yang dua hari raya, segera (setelah mendapat perintah) lalu berseru: ‘ash-shalaatu jaami’ah’”

Hadits ini mursal tetapi dikuatkan oleh qiyas, yakni diqiyaskan kepada salah gerhana sebagaimana diberitakan oleh ‘aisyah r.a: “ gerhana matahari terjadi pada masa arasulullah saw. Kemudian beliau memerintahkan kepada mu’adzin untuk menyeru dengan ash-shalatu jaami’ah’ ( riwayat muslim)

d. Hadits mursal yang dikuatkan oleh hadits-hadits mursal yang lain

Misalnya hadits malik yang bersanad yazid bin aslam dan ibnu’l- musayyab

“bahwa rsaulullha saw melarang menjnual daging dengan hewan.”

Hadis malik ini dikuatkan oleh hadits mursal al-baihaqy yang bersanad al-hasan dan samurah bin jundub dari nabi saw.: beliau melarang dijualnya binatang yang hidup dengan yang mati.”

Para muhadditsin memperselisikan, apakah al-hasan mendengar sendiri dari samurah ? Sebagian muhadditsin memastikan ia tidak mendengar sendiri, oleh karena nya haditsnya mursal.

3. Menurut Asy-Syaukany

Menyatakan bahwa hadits Mursal adalah hadits yang lemah dan tertolak. Ini menurut kebanyakan para ahli hadits dan sebagian besar ulama ahli fiqh dan ushul fiqh. Hujjah atau alasan mereka adalah tidak diketahuinya sosok rawi yang digugurkan pada sanad, dimana dimungkinkan bahwa rawi yang digugurkan adalah bukan seorang shahabat.

Bahwa yang benar, hadits mursal itu tidak dapat dibuat hujjah secara mutlak, karena adanya keragu-raguan dan tidak diketahui dengan jelas tentang keadaaan rawinya. Sedangkan syarat-syarat untuk mengamalkan sebuah hadits itu hendaklah diketahui keadilan rawinya. Inilah pendapat rajih menurut muhadditsin.

Dari 3 macam pendapat tesebut timbullah pendapat yang kalau dipaparkan menjadi 10 macam pendapat:

1. Hadits mursal dat diakai hujjah secara mutlak

2. Tak dapat dipakai secara mutlak

3. Dapat, asal yang meng-irsal-kan ulama abad ketiga

4. Dapat, asal yang meng-irsal-kan itu orang adil

5. Dapat, asal yang meng-irsal-kan itu sa’id bin musayyab

6. Dapat, asal ada penguatnya

7. Dapat, bila dalam bab itu tidak ada yang lain

8. Ia lebih kuat dari pada musnad

9. Dapat untuk amalan sunat , sedang kalau untuk amalan wajib tidak dapat

10. Dapat, asal yang meng-irsal-kan tiu sahabat

D. Kitab-Kitab Khusus Tentang Hadits Mursal

Kitab-kitab khusus tentang hadits-hadits Mursal diantaranya :
1. Al-Maraasil karangan Imam Abu Daud
2. Al-Maraasil karangan Imam Abi Hatim
3. Jaami’at-Tahsil Li Ahkamil Maraasil karangan Imam al-‘Ala’ie rahimahumullah

E. Gambaran Hadits Mursal dan Contohnya

Gambaran dari hadits Mursal adalah seperti misalnya seorang tabi’in berkata : Rasulullah bersabda begini, atau melakukan hal ini dan yang semisalnya.

Adapun contohnya :

a. Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim pada kitab Buyuu’ beliau berkata :

“Muhammad ibn Rafi’ telah meyampaikan hadits kepada kami, dia berkata : Hujain telah meyampaikan hadits kepada kami, dia berkata : al-Laits telah meyampaikan hadits kepada kami dari ‘Uqail dari Ibn Syihab dari Sa’id ibn Musayyab Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang Muzabanah (jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).”

Sa’id ibn Musayyab adalah seorang tabi’in besar (senior), dia meriwayatkan hadits ini dari nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam tanpa menyebutkan perantara antara dia dengan Nabi. Dengan ini dia telah menggugurkan akhir dari sanad hadits ini, yaitu rawi setelah tabi’in. Rawi yang gugur ini paling tidak seorang shahabat dan berkemungkinan juga ada rawi selain shahabat yang gugur, yaitu seperti tabi’in yang lain.

Inilah hadits mursal menurut ahli hadits. Sedangkan menurut ulama fiqih dan ushul fiqih lebih umum dari itu, yaitu bahwa setiap hadits yang munqathi’ menurut mereka adalah mursal.

b. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdurrozzaq dalam kitabnya “al-Mushannaf”: “Dari Ibnu Juraij dari Atho’ bahwasanya Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam apabila beliau naik mimbar, beliau menghadapkan wajah ke arah orang-orang lalu mengucapkan : “Assalamu ‘Alaikum”

Atho’ yaitu Atho’ ibn Abi Robah adalah seorang tabi’in besar (senior), dia mendengar (hadits) dari banyak shahabat. Riwayat beliau dari Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam langsung adalah Mursal.



[1] Ditulis oleh sahabat baik Abu Al Jauzaa

[2] Ta’lief Muhyidddin ‘ala Alfiyah As Syayuthi :77

[3] ditulis oleh sahabat baik Abu Al Jauzaa

[4] Ini tidak berarti bahwa asy-syafi’iy menerima bulat-bulat hadits mursal Ibnu musayyab. Tetapi beliau memandang bahwa mursal Ibnu Muayyab itu hasan. Menurut al-hakim bahwa mursal ibnu Muayyab itu seshahih-shahih mursal, sebab ia adalah tabi’in anak sahabat, ahli fiqh dan mufti di hijaz, dan salah seornag dari fukaha tujuh(munhaj:51).


Ref: dari berbagai sumber yang terpecaya